Senin, 22 April 2013

cerpen


KEMBALILAH,  NAK SANTRI..!


            Bel istirahat berbunyi nyaring,  jelas ditelinga semua siswa – siswi dan para guru yang berada dikelas, bersamaan dengan riuh senang suara siswa – siswi dan penuh lega didalam kelas. setelah lebih dari tiga jam guru dan siswa – siswi berkutat dengan materi pelajaran yang sudah terjadwal mulai dari pagi jam 7:15 sampai jam 09:45.

Seluruh siswa – siswi keluar dari kelas, bebas pergi entah kemana bagai burung gereja yang baru keluar dari kurungan, untuk sekedar istirahat atau menghilangkan penat dan bosan yang ada didalam pikiran dan hati mereka.bagi mereka, hari  ini seperti  melewati waktu yang benar – benar menguras pikiran, emosi dan energi, ketika harus berkutat dan fokus pada setiap materi pelajaran yang disampaikan guru mapel. Apalagi kalau pas ada guru yang bosenin ngajar, pasti ada siswa/ siswi yang mendengarkanya harus dengan perjuangan setengah mati, karena melawan rasa kantuk hingga membuat kepala terangguk – angguk, lalu menyentuh meja dengan keras. Gludak.. !   Kasihan..

            “ Abdullah kamu mau kemana..? bukanya rapat osis dengan Pembina sekarang..! “ Tanya sahabatnya, Saiful yang heran melihat tingkah temanya setelah bel istirahat berbunyi, padahal  mereka dapat undangan rapat osis dengan pembina setelah istirahat.Saiful mengikuti langkah Abdullah yang cepat dan buru – buru, seolah – olah Abdullah ada hal penting sehingga tidak menghiraukan pertanyaan temanya, bahkan sekedar menolehkan kepala pun tidak.

“ aku ada urusan yang lebih penting ful..!sorry.. “ Abdullahmenoleh kebelakang, lalu berjalan cepat meninggalkan kelas dan teman sekamarnya. Saiful hanya berumam “oke lah kalau begitu..”sambil mengikuti gaya artis di tv. Keduanya berpisah ditangga sekolah lantai dua.

Abdullah menyusuri lorong kelas – kelas yang berjejer dan berdampingan, membawa perasaan penuh kesal dan jengkel bercampur menjadi satu dengan rasa kecewa dalam hatinya karena baru saja dihukum berdiri 2 jam lebih oleh guru mapel bahasa arab yang super disiplin, karena terlambat masuk kelas 3 menit. ditambah dengan musibah kehilangan celana seragamnya yang harus dipakai hari ini, hingga dia pakai celana lain yang bukan jadwalnya, juga uang 300 ribu untuk spp dan ujian semester bulan ini.
Abdullah bergegas meninggalkan gedung sekolahnya lalu melewati jalan aspal menuju gerbang utama pesantren, berjalan diantara gedung – gedung bertingkat dua yang berjejer – jejer disebelah jalan aspal.Perasaanya kalut bercampur bingung yang memenuhi seluruh pikiranya, kekecewaannya sudah memuncak dan sudah tidak mampu lagi Abdullah menahan dan menerimanya. Bagaiman dia tidak kecewa dan kesal setelah dia mengalami hal – hal yang belum pernah dia alami dalam perjalanan awalnya dipondok  pesantren. “aku sudah nda kuat lagi disini, stress saya setiap hari kalau begini terus” pikirnya.
           
Perasaanya masih dipenuhi dengan kekecewaan dan putus asa, juga rasa was – was dalam hatinya karena rencananya hari ini dia ingin kabur dan pulang kerumah, namun Abdullah masih yakin bisa keluar dari gerbang pondok. Kata  teman – temanya,kecil kemungkinan santri bisa pergi keluar pondok kecuali alasan sakit untuk berobat dirumah sakit atau keluar untuk ziarah kubur seperti biasanya di hari jumat sore.

Dan benar apa kata teman – temanya, Abdullah tidak diizinkan pergi keluar pondok dengan alasan apapun yang dia ajukan kepada satpam, meskipun dia sudah memelas kasihan seperti anak kecil kepada ayahnya agar dapat bermain diluar rumah. Namun Abdullah tidak putus asa untuk memohon agar bisa keluar dari pondok, dia ajukan kembali alasanya untuk membeli obat di apotek yang jarang di minum oleh santri dan memang benar dia pernah sakit keras dirumah. Setelah lama berdebat alot dengan satpam lebih dari setengah jam lamanya, akhirnya dia boleh keluar dengan syarat waktu 10 menit saja. Alhamdulillah..

            Setelah keluar dari gerbang utama pesantren, niatnya berubah dan langsung naik angkot kuning menuju terminal Bumi Ayu. Mobil angkot kuning melesat dengan kecepatan 30 km/ jam menyusuri jalan berkelok penuh tikungan 90 derajat, yang menuntut sopir harus sangat waspada saat mengendarai mobilnya. Setelah membayar ongkos Abdullah langsung turun dari angkot kuning didepan terminal baru Bumi Ayu, lalu tidak berapa lama datang bus ¾ dari purwokero menuju kota tegal, dia langsung bergegas menuju bus sambil menyahut kernek bus Pwt – Tegal yang selalu berkoar – koar keras melengking, menyebutkan jurusaan yang akan dituju kepada siapapun yang dijalan raya.
            “ Kemana dek..? “ Tanya kernek sambil mengambil ongkos penumpang bus.Baju dan celana jinsnya lusuh kusam, setengah dekil karena mungkin jarang atau bahkan tidak pernah dicuci kecuali sudah satu bulan lebih. “Terminal Tegal mas..”jawab Abdullah sembari menyodorkan uang 15 ribu kepada kernek yang berdiri didepanya.
Bus penuh sesak oleh penumpang dari purwokerto sampai Bumi Ayu, sehingga dia harus berdiri menemani kernek dan penumpang lain yang tegak bersandar pada kursi penumpang sejak lama. Bus berjalan menyusuri aspal hitam yang terpanggang oleh matahari siang yang terik, sesekali tampak fatamorgana dari kejauhan.

Abdullah berusaha bersabar menahan sesak dan bau tak sedap dari dalam bus danasap rokok dari bapak yang sejak dari terminal Bumi Ayu sudah mengeluarkan asap tebal rokok Djisamsoenya, bagai gunung merapi yang tak henti – hentinya mengeluarkan asap tebal yang membahayakan. Suasana bertambah penuh sesak saat pedagang asongan datang.dia tidak pernah bosan menyuarakan yel – yel kebanggaanya “ Aqua, Mizon, Tisu kacang…” dll meskipun hampir tidak satupun yang menoleh tapi dia tetap bersuara demi rezeki dan hidup anak keluarganya.Bagaikan  “hah.. sabar..” lirih Abdulah.
Bus ¾ jurusan Purwokerto  -  Tegal mulai melewati arah linggapura yang merupakan  jalan alternatif  sempit yang hanya bisa dilewati bus ¾ dan bus ¼ juga kendaraan kecil roda empat . Karena jalur utama di desa Ciregol rusak berat,sehingga menyebabkan arus transportasi lambat dan harus di alihkan kejalur linggapura yang memutar  dan berkelok. Bus yang ditumpangi Abdullah bergoyang ke kanan kekiri bagai diterjang ombak dilautan, membuat penumpang khawatir dan was – was bahkan ada yang sampai mual dan muntah, karena banyak lubang sedalam 30 cm sepanjang jalan dari pintu masuk desa linggapura.

“ Terus.. terus.. kiri pak..” suara salah satu penduduk desa membuyarkan lamunan Abdullah sejak tadi, penduduk desa mencoba membantu semua mobil yang melewati desanya, dengan sigap dan sabar mereka mengarahkan sopir untuk berhati – hati saat menyusuri jalan berlubang, lalu ucapan terima kasih dari sopir atau kernek lalu memberi uang 1000 kepada mereka yang telah membantu atau bahkan meminta, disusul anak – anak kecil yang berjejer dipinggir jalan sempit sambil menengadahkan tangan atau dengan cating tempat  nasi kepada sopir dan penumpang kendaraan yang lewat. Terpaksa dan  karena mumpung ada kesempatan menurut mereka. “ Kasihan mereka “ gumam abdullah dalam hati. Dia merasa bersyukur dengan keadaanya saat ini.

Setelah satu jam lebih perjalanan dari terminal Bumi Ayu, akhirnya dia baru sampai di terminal Tegal, meskipun harus berdiri terus sambil menahan kantuk yang luar biasa dari Bumi Ayu sampai kota tegal. Padahal perjalananya masih jauh sekali menuju terminal Lebak Bulus Jakarta Selatan, lalu berlanjut ke Tanggerang.Tanpa menunggu lama Abdullah pergi ke masjid untuk sholat dzuhur, kemudian langsung naik bus besar jurusan terminal Cirebon.Untuk pertama kalinya, dia merencanakan perjalanan pulangnya dari satu terminal ke terminal lain, agar lebih murah dan pas dengan uang sisa yang dibawanya saat ini.

Selama perjalanan menuju terminal Cirebon, Abdullah hanya diam membisu tanpa menghiraukan penumpang lain atau pengamen dan pedagang asongan, merenungi nasib dan kondisi yang dia alami selama di pesantren sejak awal masuk tiga bulan yang lalu. Perasaan kecewa, bingung dan putus asa menyelimuti hati dan pikiranya, yang ada dalam pikiranya hanya pulang kerumah.

Dia merasa percuma belajar di pesantren karena ternyata banyak sekali masalah dan cobaan yang tidak pernah dia alami di rumah, hanya pulang dan melanjutkan sekolah dirumah sebagai keputusan akhirnya setelah menimbang – menimbang dengan apayang telah dia rasakan selama ini. “ pokoknya saya harus pulang, dan saya tidak mau lagi ke pesantren, titik..!” seru dalam batinya.

Suara adzan Ashar berkumandang dari masjid sekitar daerah terminal Cirebon, bersamaan dengan Abdullah yang baru turun dari bus besar di terminal utama Cirebon, wajahnya lelah sekali peluh dengan keringat di dahi dan pipinya, matanya sedikit berkunang – kunang sambil mencari masjid atau musholla terdekat untuk menunaikan sholat Ashar lalu melanjutkan perjalanan pulangnya. Kebetulan ada mushalla kecil dipinggir terminal, tanpa pikir panjang di langsung sholat Ashar bersama para penumpang dan sopir bus.

“ Kampret… kampret…!!”  teriak Abdullah keras, lalu mengucapkan sumpah serapah untuk pencopet bus jurusan tegal – Cirebon.
“ waduh… aku nda bisa pulang nih…”Abdullah bertambah kesal, jengkel dan bingung sekali karena uangnya dicopet, wajahnya mengkal lalu meninju tembok dan lantai musholla, sampai orang – orang yang ada disana heran. Dia sudah benar – benar putus asa dengan kondisinya sekarang.bagaimana tidak, dia sudah jatuh sakit ketanah malah tertimpa pula tangga besar. Mau melanjutakan pulang kerumah tidak mungkin, uang juga sudah tidak ada sama sekali apalagi mau balik ke pesantren, pastinya bisa dapat lagi hukuman berat dari satpam dan pengurus pondok.”  Huff..apes.. apes..! “ ucapnya dengan tangan memukul jidatnya.

“ Kenapa dek…? “ Tanya bapak paruh baya, yang membuat abdullah kaget dan heran.dengan pakaian khas sopirnya yang sederhana untuk  angkutan umum atau bus terminal, bapak ini menanyakan Abdullah tentang asal dan tujuannya dari terminal Cirebon. Tanpa menunggu, Abdullah menceritakan asalnya dari tanggerang yang sedang nyantri di pesantren Bumi Ayu, lalu menyebutkan semua permasalahan dan rasa penuh kecewanya ketika di pesantren sampai dengan musibah uangnya hilang dicopet saat di perjalanan. Sehingga semuanya benar – benar membuat dia putus asa dan tidak ada pilihan lain kecuali pulang dan lanjut sekolah dirumah.

“ Gitu aja ko pusing, aneh kamu ini, dek.. dek…! “ bapak ini tertawa lucu dengan semua cerita Abdullah selama di pesantren. Abdullah tambah sangat heran sekali dengan jawaban bapak ini dan hampir kesal lagi, seolah tidak bisa merasakan nasib yang dialaminya saat ini.sambil membersihkan gigi dari slilit daging ayam, bapak ini mencoba menasehati Abdullah yang sedang bingung dan putus asa.

“ sudahlah... Nak Santri..!  tidak usah pulang kerumah, lebih baik kamu balik kepesantren dan jangan pernah lagi ingin kembali pulang,  kecuali kalau kamu sudah sukses” kata bapak paruh baya ini dengan gaya orang tua yang sedang menasehati anak tercintanya, lalu bapak ini mengisahkan lika – liku perjalanan  hidupnya, yang ternyata bapak ini sejak kecilnya  juga pernah mondok di pesantren yang tidak jauh dari terminal Cirebon, namun sayang sekali bapak ini tidak sampai selesai nyantri dipesantrenya selama 7 tahun, karena ditahun ke enamnya bapak ini berhenti sekolah dan nyantri sebab putus asa, akhirnya bapak ini menjadi sopir bus besar terminal Cirebon sampai sekarang.

Abdullah hanya diam termenung dan merasa bersalah dengan keputusanya saat ini, padahal baru tiga bulan dia ngaji di pesantren Bumi Ayu, dia malu dengan bapak ini akan perjalanan hidupnya yang berliku – liku sampai membuat bapak ini menjadi sopir bus besar di terminal, hanya karena rasa putus asa bapak ini ditengah perjalanan ngajinya di pesantren. Akhirnya Abdullah memutuskan untuk pulang ke pesantrenya di Bumi Ayu untuk ngaji lagi agar bisa sukses dan tidak sampai seperti bapak ini atau para pedagang asongan juga pengamen jalanan yang dibus terminal.

“ Terima kasih banyak pak atas nasehatnya, juga uang ongkos pulang saya kepesantren” jawab Abdullah dengan wajah sumringah  bahagia, setelah diberi nasehat kehidupan yang sangat berharga serta ongkos pulang ke pesantrenya. Wajahnya cerah dan mantap untuk menghadapi setiap masalah baru dan menatap masa depanya yang gemilang, meskipun nanti dia akan menerima hukuman berlipat dari satpam, pengurus pondok dan bp sekolah.

Namun hatinya sudah mantap dan niatnya kuat untuk ngaji lagi agar bisa membahagiakan orang tua dan jangan sampai seperti bapak paruh baya dan pengemis jalanan, karena hanya putus asa dengan setiap masalah hidup yang silih berganti menghampiri mereka. Abdullah telah menemukan prinsip baru bahwa : “ Setiap masalah adalah ujian tuhan, agar bisa menjadi orang mulia atau hina dimata sang pencipta. Maka saya harus melewatinya untuk menjadi mulia dihadapaNya “





Tidak ada komentar:

Posting Komentar